Thursday, December 20, 2012

Bedhaya Dance: The Perfection of Javanese Dance

Indonesian culture (Kebudayaan Indonesia) cared, quiet and magical covered Bangsal Kencono. When the gamelan hitter playing slowly “Gending Ladrang Prabu Anom”, where accompanied the nine princes dancer who walked into the Bangsal Kencono wings no less then slow.  In the swaying of the dancers began to crouch into position to worship, respect the human symbol of God as Creator and make jengkeng worship to Sultan as the palace ruler.

Bedhaya Dance
Sakral, hening serta magis mendadak menyelimuti Bangsal Kencono. Sesaat para pengetuk gamelan perlahan memainkan gending Ladrang Prabu Anom dalam mengiringi sembilan penari putri yang melangkah tak kalah lambannya memasuki sayap Bangsal Kencono. Dalam gemulai para penari mulai merunduk mengambil posisi sembahan, perlambang manusia menghormati Tuhan sebagai Sang Pencipta dan melakukan sembahan jengkeng kepada Sultan sebagai penguasa Keraton.

Lowering the shoulder motion, chin is pulled, bending the wrist snaps while occasionally waving scarves – created tension in the power expression of dancer’s body becomes The Bedhaya Dance characteristics. The female classical Javanese dance which is fine, noble – talk about a legend, chronicle, or history.

Gerak merendahkan bahu, dagu ditarik, pergelangan tangan gemulai sambil sesekali menghentak mengibaskan selendang – menciptakan tegangan daya ekspresi dalam tubuh penari menjadi karakteristik Tari Bedhaya. Tarian putri Jawa klasik yang adiluhung, halus, luhur – bercerita tentang legenda, babad ataupun sejarah. 

Like Angels, the faces of the nine dancer almost the same. Beautiful, elegant and shine – in her dressing and make up typical Javanese bride. Paes Ageng makeup composition groove begins on the forehead of a given paesan black colour. Prada (gold) lines layer clarify surround the outside paesan. Not miss wajikan (diamond) in the middle of forehead, make menjangan ranggah (deer) eyebrow  shape,and  Hair rolled up a series of jasmine flowers.

Bagai bidadari, paras sembilan penari hampir serupa. Ayu, anggun dan bersinar – dalam balutan dan Goresan wajah khas mempelai putri pengantin Jawa. Alur komposisi rias paes ageng dimulai pada dahi yang diberi paesan berwarna hitam. lapisan garis prada (emas) mengelilingi mempertegas garis  luar paesan. Tak luput Wajikan ditengah dahi, bentukan alis menjangan ranggah, hingga rambut tergulung kembang melati rangkai.
Dodot Dressing, the form of batik cloth patterned Cinde and kampuh with cement colour combined with a necklace of light and the plates are piled on the shoulders add a touch of the upper arm. Wearing subang and sumping ron in the ears. Dodot tight clothing does not restrict the movement of dance for an hour without stopping. Curved movements are still flowing into formations that make change an interesting story.

Balutan busana dodot berupa kain bermotif cinde dan kampuh berwarna semen berpadu dengan kilau kalung susun serta plat bahu menambah sentuhan pada lengan bagian atas, sedang pada daun telinga terselip sumping ron dan subang. Seakan rapatnya dodot-an tak membatasi gerak tari selama satu jam tanpa henti, Gerak-gerak lengkung terus mengalir (mbanyu mili) membuat formasi  berubah-ubah menjadikan alur cerita yang apik.

Not always classy, high-tempo battle scenes in the last two dancers with half running trying to push a keris to each other. War is used as a symbol of internal confusion people a choice of good or bad, muffle lust, must be humble, honest in word and action that is realized through Harjuna figures.

Tak melulu gemulai, adegan perang dalam tempo tinggi membuat dua orang penari dengan setengah berlari saling mencoba menghunuskan keris. Perang yang dijadikan  simbol dari pergolakan batin manusia dalam menentukan pilihan kebaikan atau keburukan, meredam hawa nafsu, harus rendah hati, jujur dalam ucapan dan tindakan yang diwujudkan melalui sosok Harjuna.

Harjuna Wijaya” Bedhaya Dance, is the third creation of Sri Sultan Hamengku Buwana X. His debut in 2007 entitled “Arjuna Wiwaha”. In 2004, coincides with the celebration of Sri Sultan Hamengku Buwana IX as the national hero created “Amurwo Bumi” is a form of respect for his father (Sri Sultan Hamengku Buwana IX). Helped by R Riya Kusumaningrat (RAy Sri Kadaryati) as senior stylist dance received orders from Sri Sultan for this Bedaya Dance. Motion search process begins with translating synopsis of the story directly by Sri Sultan.

Tari Bedhaya “Harjuna Wijaya” yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana X kali ini menjadi garapannya yang ketiga. Karya Perdana beliau Tahun 1997 berjudul “Arjuna Wiwaha”. Di Tahun 2004 bertepatan dengan peringatan Sri Sultan Hamengku Buwana IX sebagai pahlawan nasional terciptalah “Amurwo Bumi” yang menjadi wujud penghormatan beliau kepada ayahnya (Sri Sultan Hamengku Buwana IX). Dibantu R Riya Kusumaningrat (RAy Sri Kadaryati) selaku penata tari senior yang sekaligus mendapat Dhawuh dari Sri Sultan untuk menggarap tari bedaya ini, proses pencarian gerak diawali dengan menerjemahkan sinopsis cerita yang ditulis langsung oleh Sri Sultan. 

By Sri Sultan “Harjuna Wijaya” Bedhaya Dance, is about Harjuna figures – not a figure who frequently change partners, but he is a  true warrior as well as a real human being that led to the perfect level, a man who know the events that had happened and deserve to be role models for the knights and humans.

Tari Bedhaya “Harjuna Wijaya”  menceritakan tentang tokoh Harjuna yang menurut anggapan Sri Sultan bukanlah tokoh yang sering gonta-ganti pasangan, melainkan ksatria sejati yang berjuluk lananging jagad wujud nyata manusia yang sudah menuju tataran sempurna yang bertugas “memayu hayuning bawana”, ksatria yang waskitha (mengetahui kejadian yang belum terjadi) hingga pantas menjadi teladan bagi para satria dan manusia biasa.
 
Harjuna is a true Warrior, a perfect example of people who live their lives with a focus on three things: Tirta Martini; springs of human life, “banyu  penguripan” became the core of water resources in the human body (sperm). Tirta Kamandanu; Container of the sperm (ovary) human beings, the principle of sperm and ovaries fulfilled at the time of husband and wife make sexual intercourse. The last, Tirta Prawita Sari; when tirta martani and tirta kamandanu blends in wife’s body, will grow the strength charisma radiated light. From the beginning that people always have to remember to know and evaluate each event so that people will get lessons that mankind would become world light.

Harjuna adalah sejatining satriya, contoh manusia sempurna yang dalam menjalani kehidupannya dengan mengedepankan tiga hal: Tirta Martini; sumber air kehidupan manusia “banyu penguripan” menjadi inti  daya air yang berada di tubuh manusia (sperma). Tirta Kamandanu; Banyu wiji tempat/wadah sperma lan madzi (indung telur) manusia, awal mula sperma dan indung telur bertemu pada saat suami istri melakukan persetubuhan. Terakhir, Tirta Prawita Sari; dengan menyatunya tirta martani dan tirta kamandanu didalam tubuh manusia (istri) akan menumbuhkan kekuatan, cahaya wibawa terpancar. Dengan diawali bahwa manusia harus selalu ingat, tahu dan mengkaji setiap peristiwa (kenyataan) maka manusia akan mendapatkan karomah keghoiban, hingga manusia akan menjadi “minyak wewadosing jagad” (terang bagi dunia).

If bedhaya dance embodied in the life of an individual may be interpreted as a symbol of wind direction, the position of planets in the life of the universe, and symbol nine air holes in the human body as the completeness of life. Hole in the both eyes, two nostrils, one mouth, two ears, one male/female sex, and one hole in backside.

Bedhaya bila diwujudkan dalam kehidupan manusia dapat diartikan sebagai lambang arah mata angin, arah kedudukan planet-planet dalam kehidupan alam semesta dan lambang sembilan lubang hawa dalam tubuh manusia sebagai kelengkapan hidup atau dalam bahasa Jawa disebut sebagai babadan hawa sanga yaitu; lubang dikedua mata, dua buah lubang hidung , satu mulut, dua buah kuping, satu lubang kemaluan dan satu lubang pelepasan. 

According to Javanese society, the nine elements of air holes that have in the control of human life and can cause many problems if not maintained and controlled. Received message, that human beings are expected to surrender, and always doing introspection through reflection, meditation and dialogue with God.

Menurut masyarakat Jawa sembilan unsur lubang hawa inilah yang memegang kendali dalam kehidupan manusia dan bisa mengakibatkan berbagai masalah jika tidak dijaga dan dikendalikan dengan baik. Pesan yang tersampaikan bahwa manusia diharapkan mampu berserah diri, tawakal dan selalu melakukan introspeksi  diri dengan melakukan perenungan, tapa/samadi dan berdialog dengan Yang Maha Kuasa. 

Motion of Bedhaya Dance which is laden with symbolic values and philosophy of krawuh dance Mataram, draw conclusions on the lives of the world will link, and more oriented toward self-understanding, self-reflection among human beings as individual persons with the gods. Life must be seen as a struggle not only done without meaning.

Gerak Tari Bedhaya Harjuna Wijaya yang sarat muatan nilai simbolik dan filosofi kawruh joget Mataram, menarik benang merah akan keterkaitan pada kehidupan didunia dan lebih berorientasi kepada pemahaman diri sendiri, perenungan diri antara manusia sebagai pribadi individual dengan Tuhan Yang Maha Kuasa. Hidup harus dilihat sebagai perjuangan bukan hanya dijalani tanpa arti.
Dance Bedhaya guide us in determining the choice of good or bad, should curb appetite humble, honest in word and action. Toward the human level though not as perfect as perfect Harjuna figures.

Tari Bedhaya memandu kita dalam menentukan pilihan kebaikan atau keburukan, meredam hawa nafsu, harus rendah hati, jujur dalam ucapan dan tindakan. Menuju tataran manusia yang sempurna meski tak sesempurna tokoh Harjuna. (source: Indonesia Culture.Net)


No comments:

Post a Comment